Pagi itu, Sienna datang ke cafe tempatnya bekerja. Setiap langkah menuju ke cafe terasa berat untuknya, semakin mendekat ke tempatnya bekerja ia akan semakin merasa terpuruk dan beban di hatinya semakin menumpuk. Beberapa kali ia berpikir untuk memutar balik dan kembali ke rumah, tetapi ia membutuhkan uang.
Sienna pun membuka pintu cafe itu dan melihat beberapa rekannya yang sudah membersihkan meja-meja dan menyalakan pendingin ruangan. Ini adalah bulan ketiga Sienna bekerja di tempat ini dan ia sudah merasa sangat muak dengan segala hal yang berhubungan dengan tempat ini.
Bukannya tidak bersyukur karena setidaknya di tengah pandemi seperti ini ia masih memiliki pekerjaan, tetapi ia benar-benar tidak suka bekerja di sini.
“Pagi Sienna.” Sapa Dodit, rekan kerjanya yang berada di bagian kasir cafe. Senyumnya yang ramah menyambut Sienna yang baru datang, ia tidak terlambat, hanya saja teman-temannya yang terlalu rajin.
“Pagi.” Jawab Sienna sambil dengan gontai pergi menuju ke ruang ganti untuk mengganti pakaiannya dengan seragam cafe.
Karena pandemi, cafe Sienna sangat sepi. Tidak seperti sebelumnya, di mana akan banyak orang yang datang meski hanya memesan 1 cangkir kopi dan duduk selama 12 jam lamanya di sana. Kini cafe hanya didatangi oleh pengunjung yang hendak memesan lalu membawanya pulang. Ada juga beberapa yang memesan menggunakan aplikasi ojek Online, setidaknya masih ada pemasukan.
Sienna yang sedang terduduk di bangku cafe dengan malas, melihat ke luar cafe. Di sana ia melihat teman lamanya, Virgo, yang tampak turun dari halte depan cafe. Dengan mata terbelalak ia berlari keluar cafe lalu menghampiri temannya itu yang sudah sekitar 2 tahun tidak pernah saling berhubungan.
“Virgo!.” Seru Sienna dari depan pintu cafe. Virgo mendengar teriakan Sienna pun cukup kaget mendengar teriakan Sienna.
“Mampir sini.”
Kini pukul 4 sore, cafe masih sepi. Hanya ada Virgo dan Sienna yang sedang berbincang di sana. Beberapa rekan Sienna sudah berganti shift, tetapi hari ini adalah hari di mana Sienna akan bekerja sampai jam 10 malam, jadi ia masih berada di sana bersama Virgo.
Virgo baru saja bercerita, ia dipecat karena kantornya tidak bisa membiayai semua gaji karyawan di tengah kondisi saat ini. Virgo merasa sangat terpuruk, ia tidak tahu harus bagaimana. Pasti sulit untuk mendapatkan pekerjaan di tengah kondisi saat ini.
Sienna menatap temannya itu sedih, ia sungguh tidak tahu bagaimana bisa membantu Virgo. Tetapi dalam hati kecilnya, ia mulai merasa menyesali selama ini kurang bersyukur karena masih bisa mendapatkan pekerjaan.
“Gue bingung harus apa sekarang Sien..”
“Gue bantu lu cari pekerjaan baru Vir.. Mungkin gak gampang, tapi gue punya banyak relasi, lu tau kan gue kalo kerja suka pindah-pindah, gue bantu lu nanya ke temen-temen gue yang lama.” Sienna
Tampak sedikit senyuman di wajah Virgo, ia senang bisa bertemu dengan Sienna hari ini, di hari di mana ia di pecat begitu saja. Setidaknya ia menemukan sosok yang akan mengajaknya bangkit dari keterpurukan.
Begitu juga dengan Sienna, ia senang bertemu dengan Virgo. Gadis di hadapannya ini membuat ia sadar kalau ia harus mensyukuri hidupnya. Seharusnya ia senang atasannya masih mau menerimanya di tengah kondisi cafe yang sedang sepi seperti ini, selain itu rekan kerjanya juga ramah padanya, jadi apa yang harus ia tidak suka dari tempat ini?
Oh, kecuali amukan pelanggan ketika ia menyajikan kopi yang dicampur dengan garam.